Siapa yang Punya Kebebasan?
Semua orang punya kebebasan, tapi tidak banyak yang menghargai kebebasan
Menjadi bebas dan menjadi budak dari kebebasan.
Itulah kesimpulan yang saya dapatkan setelah melihat karakter Eren Yeager dari seri Attack on Titan sekitar 2 tahun belakangan ini.
Sebagai peringatan, tulisan ini mengandung spoiler utama Attack on Titan. Sebelum membaca tulisan ini, kalian juga perlu membaca atau menonton seri tersebut supaya tahu konteks yang saya bahas.
Tidak pun tidak apa apa.
Eren sangat mendambakan kebebasan, meskipun Ia harus kehilangan segalanya. Mungkin, keyword yang tepat untuk merangkum series ini adalah “kebebasan”. Kalian bisa buktikan dengan menghitung berapa kali kata “kebebasan” diucapkan oleh setiap karakter dalam seri Attack on Titan.
Pandangan Eren tentang kebebasan semakin lama semakin meresap pada diri saya, terlepas dari sosok saya yang so-called wibu.
Saya melihat dan mempelajari bagaimana Eren memaknai kebebasan sebagai tujuan utamanya — whatever it takes. Ia tidak segan melakukan genosida dengan menggunakan kekuatan Rumbling-nya. Bahkan, sampai harus melukai teman-teman seperjuangannya sendiri.
Eren sebagai Simbol Kebebasan
Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepala saya, apakah Eren adalah libertarian garis keras? apakah dia warga U.S.? atau dia bermain Twitter dan mendebat setiap pandangan konservatif di sana?
Tidak.
Eren hanya seseorang yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di balik dinding, tanpa mengetahui apa yang ada di luar sana. Bersama para penghuni Paradis lainnya, Eren terkurung dan tidak tahu-menahu “apa yang sebenarnya terjadi.”
Selama hidupnya, Eren memiliki pengetahuan bahwa masyarakat di dalam adalah sisa sisa peradaban manusia yang tersisa. Mereka tidak tahu bahwa ada dunia di luar “dunia” yang mereka tempati. Hal ini tidak lepas dari pengaruh keluarga kerajaan yang sengaja membuat semua orang di pulau Paradis terkurung selama ribuan tahun di dalam tembok.
Bagi saya, Eren adalah perwujudan dari kebebasan itu sendiri. Kalian bisa melihat dari bagaimana anime berkembang seiring berjalannya waktu.
Mungkin pada awal perilisannya, Attack on Titan terlihat seperti anime shonen lainnya, dimana karakter utama bahu-membahu dengan karakter lainnya untuk mengalahkan monster jahat.
Sangat klise dan jelas arahnya ke mana.
Coba kalian lihat sekarang, episode terbaru dari Attack on Titan. Eren menjadi musuh utama dalam series ini.
Iya, mungkin tidak terduga dan super absurd. Saya juga tidak menduga sebuah plot twist seperti ini akan muncul.
Namun, perlu diingat sosok Eren adalah perwujudan dari kebebasan. Pada awal series, Ia menunjukkan bagaimana kebebasan dapat memotivasi dan menciptakan dampak positif kepada sesama dan juga diri Eren sendiri.
Dengan menjadi bebas, manusia bergerak melakukan apa yang Ia inginkan dan menggali potensi terdalamnya. Pada titik ini, kebebasan dapat dipelintir ke arah yang berlawanan.
Setelah beberapa misteri terungkap, Eren mulai menunjukkan bahwa kebebasan adalah hal yang sangat berbahaya, terlebih lagi jika kalian mempunyai kekuatan besar ditambah pengetahuan yang luas.
Eren memang mencapai potensi terbesarnya, dimana potensi ini berguna juga untuk menyelamatkan masyarakat Paradis. Tapi, hasil dari kebebasan tersebut juga menghasilkan sosok Eren yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa Ia belum bebas.
Oleh karena itu, Eren masih ingin melanjutkan perjuangannya untuk mencapai kebebasan dengan cara menghancurkan semua manusia di luar pulau Paradis.
Art imitates life, tentu saja hal ini juga terjadi pada kita manusia.
Manusia (Bukan) Budak Kebebasan
Sekarang mari kita lihat ke diri kita sendiri. Manusia selalu memiliki kehendak bebas. Kita bebas memilih, baik itu menjadi apa, menikah dengan siapa, berteman dengan siapa, menghabiskan uang untuk apa dan bertindak seperti apa.
Namun, kita selalu memiliki kecenderungan untuk menjadi budak dari kebebasan itu sendiri.
“Oh ini kan hidup gue, so terserah gue dong.”
Pasti kalian pernah mendengar kata kata tersebut, setidaknya sekali dalam seumur hidup kalian.
Kalian bebas menggunakan kata-kata tersebut jika hanya diri sendiri yang terkena dampaknya. Kalian tidak berhak menggunakan kata-kata tersebut jika ada orang lain yang terkena dampak dari apa yang kalian perbuat.
Hal ini juga berkaitan dengan berbagai opini yang dilemparkan di linimasa media sosial. Saya sering melihat bagaimana beberapa orang terkena cancel hanya karena menyampaikan kebebasannya. Ia beropini di akun pribadinya, yang tidak menyerang siapapun dan tidak bersifat provokatif.
Berbagai ahli dadakan merujak sampai sang pemberi opini yang “kontroversial” ini tidak bisa berkutik, bahkan sampai akunnya menghilang dari radar. Namanya dikenang sebagai sosok yang dirujak karena beropini di akun pribadinya.
Perlu digaris bawahi, kebebasan kita terbatas oleh kebebasan orang lain. The world doesn’t revolve around you, you are just the other who seen as another.
Kebebasan bukan Tuhan, Kebebasan adalah alat.
Saya tahu banyak sekali opini jelek bin absurd yang pengen saya genjreng palanya.
Tapi, apa kita ingin menjadi sosok Eren? Seorang pembunuh berdarah dingin yang hanya fokus pada kebutuhan pribadi dan kelompok. Apakah perlu ada sosok Eren-Eren nyata supaya kita tahu bagaimana cara menghargai kebebasan?