Percakapan

Nanang Ismail, nama tengahku

Had Unji
2 min readMar 3, 2021
“Mas, tumbasss”

Dingin, itu yang saya rasa malam ini. 25 derajat Celcius terpampang jelas di layar handphone saya. Bisa dibilang, hari ini saya merasakan beban-beban saya terangkat. Lega, mungkin itu yang menggambarkan hari ini. Beberapa hari belakangan, saya dihantui oleh berbagai tanggungan ini itu. Ya, namanya juga manusia, beban dan tanggungan pasti selalu ada. Berat? Capek? Pengen nyerah? Ngga. Saya merasa ini masih belum ada apa-apanya. Mungkin ini salah satu efek karena saya pernah di titik terendah di hidup saya. Jadi, sudah biasa saja.

“Biasalah” ujar bocah itu.

Sebagai manusia yang sudah berumur 20 tahun membuat saya sangat mempertimbangkan langkah saya ke depannya. Jujur perasaan yang sering muncul di pikiran saya adalah bagaimana jika teman saya melangkah lebih dahulu atau lebih jauh dari saya. Berkarya. mungkin itu hal yang mungkin bisa elaborasikan. Saya belum bisa mencapai titik tersebut, atau mungkin sudah, tapi saya-nya aja yang isi otaknya Inferiority Complex. Ada yang bekerja, magang, mengerjakan tugas, belajar, atau bercengkrama dengan teman. Saya ingin melakukan itu semua, tapi manusia hanya memiliki jatah 24 jam dalam satu hari. Keesokan harinya, kita alan mengulang rutinitas yang sama. Pada akhirnya, manusia terjebak dalam rutinitas.

“Kebahagiaan tuh simpel” kata wanita itu sembari memandang langit malam yang dihiasi bintang.

Saya setuju. Saya melihat bagaimana teman teman saya, baik di real-life atau dunia maya, merasakan kebahagiaan mereka masing masing. Satu- satunya yang terlintas dalam pikiran saya hanya “Semudah ini, toh?”. Saya tidak berhak menghakimi standar kebahagiaan kalian. Masing masing dari manusia memiliki cara untuk menjadi bahagia dan menurut saya semuanya benar, tidak ada yang salah. Cuma M. Salah aja yang kalo bahagia jadi Salah. Bersyukur? Iya. Saya sangat bersyukur mendengar kawan dan relatif saya bahagia. Hanya dengan membagikan kebahagiaan tersebut pada saya, berupa cerita atau ocehan, itu sudah saya cukup. kalau mau ngasih uang juga gapapa kok hehe.

“Kerjo wae, mbok ngopo kono pacaran opo ngopo” celetuk pria tersebut dengan logat Jawanya yang sangat kental

Tiba- tiba guyonan tersebut terlintas di pikiran saya. Benar sekali, tidak ada hari jeda. Saya berpikir setiap hari entah pekerjaan atau tanggung jawab lainya. Di satu sisi saya hanya tertawa, di lain sisi sebenarnya saya berpikir tentang kata-kata tersebut. “Iya juga ya” ujar saya pada diri saya sendiri. Namun, untuk sekarang saya rasa sangat bagus untuk memanfaatkan waktu saya sebaik mungkin demi meraih apa yang saya impikan. Manisfestasi waktu, itu mungkin diksi yang tepat dalam kasus saya ini. Prioritas lain bisa buat ntar aja.

Inti dari tulisan ini, ngga ada.

--

--

Had Unji
Had Unji

No responses yet