Menulis dan Berbicara dengan Diri Sendiri
Setiap bekerja saya selalu mendengarkan musik, apapun itu, mulai dari Y2K Kpop sampai lagu-lagu skena yang biasa kita dengarkan di coffee shop favorit anak muda.
Saya merasa bahwa hal ini membantu saya untuk tetap fokus dan tidak terdistraksi dengan suara-suara di sekitar saya. Namun, akhir-akhir ini saya merasa bahwa hal ini tidak begitu efektif, terutama ketika saya menulis.
Jika saya mendengarkan musik ketika sedang menulis, pikiran saya tidak dapat menghasilkan apapun dan daya fokus saya berkurang drastis.
Tentu saja, hal ini cukup membuat saya bertanya-tanya, “Apakah ada yang salah dengan otak saya?”
Oleh karena itu, saya mempertanyakan dan melakukan riset singkat — secara empiris — untuk mengetahui apa yang perlu saya lakukan.
Mengenali Cara Menulis
Langkah pertama adalah mengenali bagaimana cara saya menulis. Saya menulis layaknya saya berbicara dengan diri saya sendiri. Iya, saya selalu berbicara dengan diri saya sendiri — bukan hanya dalam pikiran saja.
Ketika saya berbicara dengan diri saya sendiri, saya memposisikan diri saya sebagai seorang pembicara yang ingin menyampaikan informasi sejelas mungkin.
Saya menulis dan kemudian mengucapkannya, lalu menimbang apakah tulisan tersebut terdengar aneh atau tidak.
Cara menulis ini saya lakukan terus menerus. Saya berbicara di depan komputer, mengulang kata per kata untuk memastikan kejelasan informasi.
Vocal vs. Instrumental
Langkah kedua adalah mendengarkan musik. Saya mencoba memutar sebuah lagu yang memiliki vokal dan lirik sembari menulis. Sebagai hasil, saya tidak bisa fokus pada apa yang saya tulis.
Saya mencoba untuk membaca setiap kalimat yang sudah saya buat, tapi semua kata tersebut bertumpukan dengan lirik lagu dan suara vokalis — bahkan ada beberapa penggalan lirik yang saya tidak sengaja saya masukkan.
Kemudian saya mencoba mendengarkan lagu-lagu instrumental sembari menulis. Saya mencoba membaca kata per kata yang sudah saya tulis dan mengucapkannya. Hasilnya, saya lebih fokus terhadap apa yang sudah tulis.
Dari kedua perbandingan tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa saya lebih nyaman untuk mendengarkan musik instrumental ketika saya sedang menulis.
Terlebih lagi, saya menarasikan setiap tulisan di dalam pikiran saya, layaknya saya berbicara dengan diri saya sendiri.
Berbicara berkaitan dengan bunyi dan tulisan, begitu pula musik dengan vokal. Musik dengan vokal dan lirik hanya akan memperkeruh suasana di kepala saya, sehingga otak saya lebih berisik.
Melalui uji coba tersebut, saya juga dapat menemukan bahwa menulis bukan hanya sekedar merangkai kata di sebuah lembar kosong dengan tujuan tertentu.
Berbicara dengan Diri Sendiri
Menulis adalah proses berbicara dengan diri sendiri. Menarasikan isi pikiran dan membaca kembali apa yang sudah ditulis merupakan inti dari kegiatan ini.
Ketika kita berhasil mengakses suara yang ada dalam pikiran kita, menulis menjadi lebih mudah dan apa yang kita tulis menjadi lebih jelas.
Oleh karena itu, musik dengan vokal hanya akan memperkeruh pikiran yang berusaha mengakses suara tersebut ketika menulis.
Sebaliknya, musik instrumental meninggalkan ruang bagi suara yang ada di pikiran kita untuk masuk ke dalamnya —bahkan membantu proses penulisan.
Ketika kita berhasil mengakses suara dari pikiran tersebut, kita dapat lebih secara jelas menuliskan setiap poin yang dimaksud dan memeriksa keterkaitan antara satu kalimat dengan kalimat lainnya.
Bagi saya sendiri, saya tetap dapat melanjutkan kegemaran saya untuk mendengarkan musik sembari menulis karena saya tahu musik apa yang cocok didengarkan ketika menulis.
Jika kamu sedang kesulitan menulis atau ingin tertarik dalam menulis, kamu dapat mencoba untuk berbicara dengan dirimu sendiri. Pada dasarnya, menulis adalah suatu seni berbicara dengan diri sendiri. Jangan ragu, kamu tidak perlu berbicara keras-keras, lakukan saja di pikiran atau hatimu.