Bertahan di Lomba Melawan Waktu

Perlahan namun pasti, kita semua diburu oleh waktu

Had Unji
4 min readOct 3, 2023
Lost, Lost, Lost, Jonas Mekas (1976)

Tidak dipungkiri, perasaan tertinggal adalah salah satu perasaan yang akan selalu menghantui kita. Terlebih lagi, kita hidup pada suatu era di mana internet dan sosial media sudah menjadi ‘dunia baru’.

Dalam waktu kurang dari 10 detik saja, kamu sudah dapat mengakses apa yang sedang terjadi di belahan dunia lain. Tanpa perlu bertemu, kamu tahu bahwa temanmu saat ini sedang makan bersama pasangannya di suatu restoran ternama. Tanpa informasi resmi, kamu tahu ternyata musisi kesayanganmu sedang berlibur di Bali.

Perihal Ketertinggalan

Meskipun begitu, new inventions cause new problems. Pendistribusian yang masif dan cepat tersebut juga menciptakan fenomena baru, terutama di kalangan anak muda dan orang dewasa.

Salah satu dari fenomena yang muncul adalah FOMO (fear of missing out), yang menciptakan perasaan khawatir dan takut pada seseorang karena ketinggalan sesuatu yang baru, seperti berita terkini, tren, dan hal lainnya.

Kecemasan akan ketertinggalan ini merujuk pada perasaan atau persepsi bahwa orang lain sedang menikmati waktu dengan baik, menjalani kehidupan yang lebih baik, atau mengalami pengalaman yang lebih baik dari diri kita.

Dengan membuat sosial media, kita — secara tidak langsung — turut terlibat mengkultivasi budaya takut ketinggalan ini. Hal tersebut terjadi karena kita sudah merelakan diri untuk dijejali berbagai informasi mengenai orang-orang yang kita ikuti atau orang-orang yang aplikasi rasa cocok dengan preferensi kita.

“Kapan ya aku bisa begitu?”

“Kok aku gak bisa kayak dia?”

Sebagai hasilnya, pertanyaan-pertanyaan di atas hadir dan menimbulkan perasaan cemas pada diri sendiri. Lalu, akan ada kecenderungan untuk membandingkan kehidupan kita dengan orang lain yang terlihat lebih menyenangkan atau bahagia.

Kamu yang Tidak Tertinggal

Di samping orang-orang yang FOMO, ada juga orang yang secara mindful menggunakan sosial media dan internet, di mana mereka tidak terpengaruh oleh seberapa seringnya Instastory atau konten yang mereka tonton.

“Hidup bukan lomba lari.”

Kutipan yang entah saya dapat dari mana tersebut sudah menjadi mantra yang kerap saya rapalkan jika sedang merasa ‘tertinggal’. Bahkan, tidak sedikit dari orang-orang yang sudah saya sebutkan sebelumnya juga menggunakan kutipan tersebut untuk memberikan pukpuk pada diri sendiri, seakan mengatakan, “Kamu sama sekali tidak tertinggal, kok.”

Pemikiran ini semakin menjadi lumrah di berbagai kalangan, baik anak muda yang sedang bersekolah atau orang-orang yang sudah bekerja. Banyak dari kita yang sudah menyadari bahwa setiap orang memiliki waktu dan masanya sendiri.

Pemikiran jadul yang mengharuskan kita lulus kuliah di umur 22 tahun, menikah di umur 25 tahun, membeli rumah sebelum 30 tahun, dan mempunyai tabungan 1 milyar sebelum umur 45 tahun seakan sudah perlahan menghilang ditelan zaman.

Tidak peduli seberapa jauh orang lain melangkah, hal tersebut tidak akan menjadi masalah. Kita tetap fokus terhadap apa yang ada di depan kita dan melakukan hal yang perlu kita lakukan.

Seakan berada pada sebuah gelembung, kita sibuk dengan apa yang kita perlu dan butuh, mempersilakan semua hiruk pikuk disrupsi untuk mendahului kita.

Padahal pemikiran yang saya sebut jadul tadi ada benarnya juga.

Diburu oleh Waktu

Jika ditelaah semakin dalam, apakah dengan menanamkan pikiran bahwa setiap orang memiliki waktunya sendiri, kehidupan kita akan menjadi lebih tenang?

Padahal, saat ini — secara nyata — kita sedang diburu oleh waktu. Perkembangan teknologi yang pesat, menipisnya lahan kosong, isu perang dunia, mencairnya es di kutub, sampai inflasi yang tidak masuk logika memaksa kita semua untuk berlari.

Mau tidak mau, sudi tidak sudi, kita harus berlarian sekencang mungkin. Kita tidak boleh tertinggal dari keadaan yang super-duper amburadul ini.

Seakan-akan, jika kita tidak sama cepatnya, maka kita yang akan tergilas. Keadaan bumi dan apapun yang ada di dalamnya mendesak kita untuk bergerak sesegera mungkin.

Kita semua akan berlarian di lomba yang tidak ada habisnya karena waktu sedang memburu kita. Mari kita menunggu, sampai kita semua dimakan dan diterkam oleh waktu itu sendiri.

--

--

Had Unji
Had Unji

No responses yet